Senin, 07 Desember 2009

Hanya Sepenggal Janji

Pagi itu, aku terhenyak mendengar berita di televisi. Seorang penata rambut di Bandung telah tega membunuh seorang wanita pelangannya. Alasannya sebenarnya sepele, hanya karena si wanita berjanji ingin menggunakan jasanya dibidang tata rambut, namun janjinya itu tak kunjung ditepati. Blarr! Malang nian nasibmu, wahai sobat. Sebegitu tingginyakah harga sepenggal janji, hingga maut pun menjadi taruhannya?
Hatiku bergidik ngeri. Sepenggal janji. Hal yang kelihatannya sepele, namun sesungguhnya tidaklah sepele sama sekali. Janji adalah hutang, yang harus dilunasi, sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Mau tak mau pikiranku bekerja keras. Apakah selama ini ada janji yang secara tidak sadar kuucapkan, namun belum jua kutunaikan. Ah. Jangan-jangan diri ini tak sadar telah mengumbar janji dengan begitu ringan, begitu mudah, namun tak jua terlaksana hingga detik ini.
Tiba-tiba aku menjadi amat takut karenanya. Takut kalau-kalau tidak sempat melaksanakan janji hingga ajal menjemput. Na`udzubillah!
Akupun teringat peristiwa 2 tahun yang lalu, sewaktu tinggal di negeri seberang lautan sana, Australia. Seperti biasa, pagi itu, aku bersama teman-teman yang ‘seperjuangan’ sedang berlari pagi mengelilingi jalan depan resident house. Setelah lelah berlari pagi kami beristirahat sejenak di taman komplek dekat rumah. Di taman itu banyak anak-anak bule sedang bermain. Anak-anak kecil senang bermain di taman, karena tempatnya luas, banyak pohon, dan banyak permainan. Taman itu juga bagus sebagai tempat bersosialisasi anak-anak balita yang belum bersekolah karena di sini anak dilatih untuk antri menunggu giliran, ataupun meminjamkan mainan kepada temannya.
Hari masih amat pagi, pukul setengah sembilan. Terlalu dini sebenarnya untuk bermain di taman. Biasanya family di Australia membawa anak mereka sekitar pukul sepuluh pagi. Aku dan temanku menduga belum ada orang di taman ini selain kami. Tapi ternyata dugaanku salah. Ada seorang nenek-nenek bersama cucu laki-lakinya dan seorang ibu dengan anak lelakinya yang kutaksir berusia sekitar 4 tahun.
Karena mereka berada di dekat ayunan dan kami ingin duduk di bawah pohon oak, maka kami melewati mereka. Selesai bermain ayunan, kulihat anak ibu itu berhenti di depan cucu laki-laki nenek tersebut, sebut saja Nick. Kutaksir umurnya sekitar enam tahun. Anak ibu itu memandangi mainan mobil-mobilan di tangan Nick, dan ingin meminjamnya. Kami hanya diam saja, tidak pede karena bahasa inggris kami tidak terlalu fasih (tahukah kau kawan? Bahasa Inggris Australia itu lumayan sulit untuk dipahami). Tapi dalam hati ingin sekali meminjamkan mainan itu untuk anak itu. Ibu anak itupun diam saja, tampaknya sungkan untuk meminjam.
Untungnya si Nenek cepat tanggap.
“Nick, ayo pinjemin mainannya sama adik kecil ini!” pinta si Nenek, tentunya dalam bahasa Inggris.
Nick hanya diam.
“Nick, ayo pinjemin!” bujuk si Nenek masih sabar.
Bocah itu masih bergeming, makin erat mencengkeram mainan itu.
“Nick, you told me that you will lend the toys!” suara si Nenek mulai meninggi, tapi berusaha menekan suaranya.
Maksudnya tadi di rumah Nick telah berjanji kepada neneknya untuk meminjamkan mainan kepada anak-anak di taman. Dan si Nenek menagih janji Nick. Tapi Nick tetap menggeleng. Tampaknya antara Nenek dan cucu sama-sama kekeuh.
“Nick! Lend him the toy! L e n d i t !” Si Nenek masih bersikeras menagih janji Nick dengan menekankan kata `lend it`. Tampak mulai tidak sabaran, tapi berusaha untuk tidak marah.
Melihat adegan itu, sebenarnya dalam hati aku heran, mengapa si Nenek begitu kekeuh-nya menagih janji Nick. Bukankah dia masih anak-anak? Apakah perlu sekeras itu menagih janji kepada anak-anak? Walaupun disisi lain, aku juga salut dengan keteguhan hati si Nenek dalam mempertahankan prinsip. Janji adalah janji, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sekali terucap, pantang mengelak. Janji ibarat komitmen, yang telah disepakati bersama, dan harus dipegang teguh dan ditaati. Mengabaikan janji berarti mengabaikan komitmen. Aku salut bahwa di negeri yang mayoritasnya non muslim ini, ternyata prinsip-prinsip untuk tetap konsisten dalam menepati janji telah ditanamkan sedari usia dini.
Akhirnya setelah didesak sekian lama, dengan setengah terpaksa, Nick menyerahkan mobil-mobilan itu kepada anak ibu tersebut.
Ibu itu pun bernafas lega. Kulihat senyum di bibir anak itu.
Ah! Sepenggal janji. Hanya sepenggal janji. Tapi begitu besar efeknya.
"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : kalau berbicara dia bohong, kalau berjanji dia mengingkari dan kalau dipercaya dia berkhianat "(HR Bukhari dan Muslim).

Catatan kaki :
Resident house : Tempat menginap di sebuah rumah penduduk bagi mahasiswa internasional dalam program pertukaran kebudayaan. (Walaupun waktu itu kami bukan program pertukaran kebudayaan….:p)
Keukeuh : bersikeras

Weekly Islamic Journal

October, 23th, 2009

The implementation of Islamic teachings is still not clear enough in Aceh. In other words, the process goes on most likely in a grey area in which we cannot see a light point. However, reviewing the implementation of Islamic teachings in Aceh should be considered as crucial issue, currently, by leaders of the province. It will be more effective in investigating a lack of actualization of the policies, so far, rather than continuing developmental programs not bringing out any results toward Acehnese future; because the main targeted goals would not elucidate, based on the Islamic teaching, features of improvisation. Initially, officials (decision-makers) in this western province have begun to draft a set of policies known as “Qanun” which must be obeyed by all people who are living in the region. But, unfortunately, the drafts have not been as quite successful as many people should do, ideally, as the fact that we could find or examine them in the real life situation. It should be kept in our mind that many Acehnese people are not holding on the Islamic teachings comprehensively, so that they can touch every aspect of our lives. Through the Islamic teachings, we have just found that both male and female of adults must keep on their bodies from impolite wears. But, we also have still found that they would like to show their bodies in vulgar ways. We also claim that a free sex system is taboo, based on Islamic teachings perspective, but why could not it be prevented? This question and all of above should be homework for each person in the Islamic zone, Aceh. Not only a task of governments, but they also should be challenged by all people of those who live domestically in Aceh.

October, 26th, 2009

Islam has many constructive ideas to offer in the field of health care and medical practice. In Islam sense, the health care practitioner must not delude himself into a position of exaggerated self-important. The health in view of Islam as demonstrated clearly in Qur’an and Sunnah is that mankind should be sound mentally, physically, and socially. This greatly correspond to who definition of health. Medicine and health in Islam are part and parcel of worship or subservience. A weak person may not perform his duties toward Allah, his family and community as the strong healthy one can do. Medicine in art and science, it encompassed prevention of disease and treating them. Preventive medicine is especially important in health care. Most of the health gains in modern medicine are principally due to advancements in sanitation and diet. The curative medicine is also as important as the preventive medicine. Preventive and curative approaches have been used by man to keep him healthy, happy, and strong. The teaching of Islam about health and medicine can be known by reading the Qur’an and Prophet’s Sunnah.


November, 2nd, 2009

Smoking is also considered an up to date catastrophe. It is harmful in all aspect. A waste of health, money and properties, disturb the social relation of the member of the family. Bur most often the smoker refuses to stop it even though he knows that tobacco is injurious to health and to family income. He doesn’t realize that each cigarette he lights contains both nicotine and tar which will ultimately poison his health and life. Smoking is the quickest way to contract various diseases, e.g. cardiac, respiratory, and lung cancer. Smokers seem to be as if they dig their tombs by their nails. Tobacco is afoul thing to be consumed because it is injurious to health. In addition, consuming tobacco is a waste of money which is spent neither for religious nor secular benefit. Our prophet forbade wasting of property. This become more serious when the money is otherwise needed for the sustenance of oneself or one’s family. Finally, if you don’t want this problem befall you, therefore stops to smoke beginning of now, or you will be loss person.


November, 13th, 2009

Having been born to the world as a blind, Yusuf would not see everything around his lives. He could not see his parent’s smile, his beautiful house, a small green garden backward his house, the fantastic mount’s top covered by snow stretching from the North to the East forward his house, as well as his unlucky body. When he was five years old, he would like to spend his time with his neighbor’s children to play together, but his condition always prevented himself in taking apart with his friends. Now, he is seven years old, the time when he has to come into classroom of the blind’s school. However, he needs a guide-person to hold himself in crossing the street to get his class. But, unfortunately, what he wants to is not available. Only a wooden stick becomes his guide which is the best friend if he faces the problem regarding mobilization in his daily activities. As a person who wants to live like others, the world is dark for Yusuf.

Ketika Rindu Menjelma Dewi Padi

Tak terhitung Rabu dan lagu
Terik gigil cuaca kita lalu
Dalam garis-garis berawal mati kita memacu
Hingga Jum’at tiba kita ditunggu

Kau ayatku tentang sederhana
Menggema bersama dinaung menara
Kau diam dalam riuhku
Menembang lagu dalam rundukmu

oOOoOOoOOoOOo

Menurutmu dimana garis takdir menubrukkan kita? Di bawah atap Cahaya… Attttau… di payung menara? Hmm… dua-duanya benar. Cahaya dan menara adalah dua laut yang memberi kita ruang untuk sama-sama berenang. Tapi di luar itu, ada jembatan lain yang sebenarnya lebih dulu menghubungkan.

Kau ingat seragam wajib hitam putih yang kita ‘dipaksa’ kenakan? Kau dan aku juga ribuan anak domestik maupun impor yang lulus SPMB, disyaratkan melewati tahap ‘perkenalan’. Ada beberapa hari dan sesi yang kita beri merek keren OSPEK, dengan segala sebal senangnya, yang kemudian menjelma jembatan perhubungan. Ah, mungkin kau lupa, ketika itu kita dihimpun dalam kelompok yang sama!

Tak banyak yang kucatat dari jembatan pertemuan itu. Gambar hasil saringan scanner kepalaku sepertinya luput menjelaskannya secara detail. Tapi kesimpulanku kala itu, kau punya sisi jail!

Eits, Usah mendebat! Kau itu sebenarnya jayus, kan? Ummm.. dalam istilah lainnya, kau itu… ‘bocor’! (hahahah) setidaknya itu kenangan tentang jembatan perhubungan yang hingga kini masih terlipat di kotak hari lampau milikku. Dan, tentu saja, aku tidak mendakwamu secara asal. Ada sebab yang menjadikan label ‘bocor’ sebagai akibat. Tapi… ndak etis kalau aku mengumumkannya. Kau tanya kenapa? Karena itu akan menyeretku beserta dua teman kelompok kita ke dalam separuh cerita!

Hingga Jembatan pertemuan pun terlampaui. Hari-hari setelahnya adalah hadiah dari kaki waktu yang berderap dengan sepatu cahaya. Kau sibuk mengurus duniamu sendiri. Aku dan teman-teman kelompok kita pun senada. Meski hampir semua kita belajar di gedung yang sama, tapi jarang sekali bersua. Jika pun sekali dua bersitatap muka, paling hanya berhai-hai ria. Kita belum, atau tidak tahu, apa yang musti dicerita.

Seperti nasib-nasib perjumpaan kita dengan orang-orang yang mungkin pernah berpapasan di trotoar, ragam hal yang kemudian kita jejalkan ke otak kita mendorong keluar sebagian memori yang tidak begitu penting. Kita pun mengenal istilah lupa dan melupakan. Begitulah nasib ‘perkenalan’ kita dan teman-teman sekelompok melalui jembatan perhubungan bermerek keren. Kita lalu merasa asing satu sama lain. Jika pun bertemu sekali waktu, yang diproses ingatan sisa kita hanyalah, “Aduuuhhh… siapa, ya? Kayak pernah lihat, pernah dekat, cuma kapan? Dimana?”

Tidak tercatat acara dan minggu yang berhasil kita langkahi, dengan segala nasib baik dan buruknya. Kadang kita merasa sangat-sangat nyaman, tak jarang kita diserang bosan-bosanan. Aku begitu riuh dan cerewet. Heboh dan juga riang yang seringnya overdosis. Kalau menulis di buku curhat Cahaya acap susah berhenti. Dan tentu saja, norak dan banyak tidak mengertinya!

Sementara kau, hemat kata. Terus bekerja dalam diam. Kadang polos kayak bayi. Begitu sederhana dan tenang (setidaknya itu yang tercatat dalam ingatanku). Hampir tak pernah melihatmu marah. Lebih memiliki wibawa. TAPI kau paling malas mengisi buku curhat. Menyebalkan sekali! Ini dia yang menyebabkan aku sering mengatakan pada diriku, bahwa kita berada di dua kutub yang berjauhan.

Sampai Cahaya kemudian menjadi pintu untuk kita masuk ke Menara. Nah, seingatku di sinilah kita lebih banyak mengenal karakter. Kita jadi punya banyak waktu dan kesempatan untuk bercakap-cakap, memuntahkan isi benak, mendiskusikan apa saja. Meski kadang peran kita tertukar-tukar. Di Cahaya kita ributkan Menara, ee di Menara kita bincangkan Cahaya (Hahahah).

Rabu bersama tuntutan waktunya yang menderu, kita sering dibikin pusing oleh garis berawal mati. Sering duduk bersisian dengan wajah berlipat. Kalau benang kata-kata sedang mahal, kita suka gagap menjahit kalimat. Ada hal-hal yang kadang harus kita cerna dengan susah payah.

Tapi semuanya jadi seru selepas kita mampu menuntaskannya. Meski terkadang harus pulang malam. Hujan tumpah dari langit dan kita dipeluk resah yang sangat kentara. Labi-labi jadi kendaraan favorit. Dan, AHA! Kau ingat, kalau kita juga pernah naik becak di malam hari dan berbincang dengan tukang becak yang menggigil di guyur hujan? (kita jelas tak kuyup karena sudah dilindungi. Heheh). Meski saat awal transaksi aku ngotot nego sampai harga miring semiring-miringnya, ee pas sudah sampai rumah aku malah bayar lebih :p

Atau saat aku memaksamu menemaniku mencari baju darurat di Pante Pirak? Ya, selepas kita selesai dari pelatihan menulis bareng AJI. Ketika itu malam sudah sempurna turun. Aku merasa ganjil kalau harus pulang dengan seragam hitam putih.

Hmm… Aku suka sekali rangkaian hal itu. Asik. Karena, menurutku, hidup harusnya begitu. Tak perlu banyak teori. Dan kita terus mencoba (walau tersuruk-suruk) agar bisa mandiri. Bagaimana pun, berdiri, berjalan, lalu berlari dengan kaki sendiri selalu menghujani hidup kita arti. Kita pincang tapi butuh merasa normal.

Kurang lebih 2 tahun kita menjelajah di beberapa belantara yang sama. Oh ya, karena desakanmu juga aku punya kesempatan bertualang di pedalaman Meulaboh sana! Tepatnya di 3 desa di dekapan Kecamatan Panton Reuh. Hoho… Itu detik yang mengejutkan sekaligus sangat sangat menggairahkan! Saat kita coba memberi sesuatu, atas nama mahasiswa dan pengabdian yang diberi parfum bermerek bakti sosial.

Uuumm… Mengeja hidup dari bibir orang lain menyenangkan, ya? Melihat segalanya dari dekat. Sayang cuma 10 hari. Waktunya singkat sekali. Tapi waktu kala itu jauh lebih barakah. Karena setiap detiknya kita tidak rakus menggunakan diri dan pikiran hanya untuk kita pribadi.

Dan, di sana juga pertama kalinya aku melihat bagaimana caramu ngambek. Aku tidak tahu apa masalahnya, tapi kutemukan kau diam dalam arti yang sebenarnya. Ada butir air yang meluncur dari matamu. Sepertinya ketika itu kau dililit kesal yang puncak. Menjadi ‘Kak Ros’ sungguh tak mudah, ya??? Hahahhaahaah.

Ah, Teman, butuh begitu banyak lembar untukku bisa menerjemahkanmu. Tapi, kiranya aku dituntut meringkasmu dalam satu kata saja, akan kurangkum kau dalam kata: LAPANG. Ya, Lapang! Karena aku merasa lapang di depanmu. Aku tidak perlu takut atau menjadi orang lain.

Aku tidak perlu berumit-rumit mengatur bahasa dan kosakata. Aku tidak perlu sungkan untuk beropini terhadap apa pun. Aku bisa memuntahkan segala yang ada di benak dan ruang terdalam hatiku tanpa takut kau akan menganggapku aneh, nista atau bodoh. Ya, aku tidak pernah merasa bodoh dan tersudut saat bicara padamu. Karena kau akan menerimanya dengan lapang, meluruskan dengan lapang, atau menolak dengan lapang.

Tak bisa dipungkiri, di piring besar kehidupan ini ada satu makanan yang kita cicip dengan cara berbeda. Dan kau, kau tak menganggapku alien karenanya. Kau tak mempermasalahkan hingga perlu melabel atau meringkasku sebagai orang ‘dalam golongan’ atau ‘luar golongan’. Karena kau dengar dan menerima dengan lapang saat aku katakan, “aku adalah Anggi”.

Aku tentu tidak akan lupa bagaimana wajahmu yang jenaka coba meraba makna yang kusembunyikan dalam ceritaku. Suatu kali dalam labi-labi. Tak kuterka kau lihai sekali. Padahal kau cuma bilang, “Gi, coba lihat ke sini” owh, dan akhirnya TAARRAA, di mataku kau membaca tentang itu. Kita histeris dan kita tertawa bersama.

Dan yang terpenting dari segalanya, kau tak perlu mengeluarkan hadis, ayat, atau kalimat-kalimat menggugah dari motivator kelas dunia untuk menyeru, ‘Akhi… ta’ala nu’minu saa’ah’. Kau cukup menaklukkanku dengan sunyi dan caramu sendiri. Membuka mushaf lepas shalat kita di masjid. Bercerita tentang kebaikan dan buku-buku yang membuat ingin tahuku menggebu. Dan kau juga tidak merasa perlu marah ketika ‘jagoan’mu berkilat agak cela di bola mataku. Karena, tentu saja, aku juga tidak akan berdebat soal ‘jagoan’ku yang memberi cela di penilaianmu.

Hmm… aku bukan ahli yang pintar memberi defenisi. Tapi aku juga tidak harus menjadi ahli dulu untuk mengumumkan; diantara defenisi teman yang berhak muncul, salah satunya adalah kau!

Kau dan aku, lazimnya manusia yang mustahil luput dari cela. Tak selalu dalam kelana kita bisa melihat ke arah yang sama dengan isi pikiran yang seirama. Kadang kita bersinggungan. Tapi, sungguh, tak kulihat ada terowongan yang kau gali karenanya. Dan Karena bukan malaikat, kau tentu memiliki sisi buruk. Tapi, Teman, mengingatmu aku hanya ingin menyandera sisi baik.

Terimakasih banyak, Dewi Padi. Hari ini, rindu menjelma menjadi namamu. Belantara yang kita jelajah sekarang beda tempatnya. Laut yang kita renangi sekarang berlainan isinya. Tapi itu bukan pemicu kiamat untuk hakikat pertemanan, bukan? Apa kau tahu, Rabu kini tak sesemerbak dahulu. Hmm… semoga kau dipeluk-Nya selalu.

Kamar Kos, Desember 2009

Digelitik oleh ini:
”Kamu harus mengenalku dengan baik biar nggak salah kalau harus mencari-cari aku dalam kenanganmu besok!!” [ucapan Dewa pada Alexy dalam novel Alexandra, karya Farah Hidayati]

Jelmaan Kesadaran Damai

Sebuah bab penjelmaan kesadaran
sebuah pasal tentang mereka
yang haus akan kedamaian
sebuah ayat tentang kematian
sebuah poin yang ceritakan kegaduhan.

Harapan akan kedamaian
rasa akan sebuah keindahan
kekalkan asa dalam sebuah sesi hidup
akan alam yang ngeri
malam yang akan selalu syahdu

Banda Aceh, 21 November 2009

Jumat, 04 Desember 2009

TUHAN SELALU PUNYA RENCANA YANG MENGAGUMKAN BUAT HAMBA-NYA

Percayakah anda dengan keajaiban? Apapun jawabannya, ada baiknya kita sejenak berfikir dan merenung kembali bahwa Allah SWT sangatlah menyayangi hamba-hamba-Nya. Terlalu banyak karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya baik yang kita sadari maupun yang tidak, yan...g datangnya cepat maupun yang lambat, dan sebenarnya semua itu agar kita banyak belajar dan selalu bersyukur.

Pernahkan anda punya keinginan dalam hidup, yang seiring berjalannya waktu dan dengan tidak anda sadari, dan bahkan telah hampir anda lupakan, tiba-tiba mimpi itu muncul di hadapan anda dan anda pun meraihnya?. Kejutan-kejutan inilah yang mengagumkan. Seakan-akan semua kejadian dalam hidup kita saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya percaya bahwa setiap detik dalam hidup kita berpengaruh ke detik berikutnya, ke kejadian berikutnya. Menurut saya, inilah salah satu keajaiban hidup.

Saya semakin yakin akan hal ini setelah berdiskusi ringan dengan seorang sahabat yang punya pengalaman yang sama. Beliau adalah WNN, seorang mahasiswa FKIP Universitas Negri Padang. Sejak kecil, ingin sekali merasakan menjadi seorang peneliti kehidupan purbakala karena memang sangat menyenangi hal-hal demikian. Sayangnya WNN lulus di pilihan lain tes masuk PTN yang secara tidak langsung mengubah rencana masa depannya. Alhasil, tahun 2006, WNN terpilih mewakili Sumbar (Indonesia) dalam Program Pertukaran Pemuda ke Kanada oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga, dan tahukah anda? ternyata salah satu kegiatan WNN disana adalah diikutkan dalam program yang menjadi impiannya tetapi telah hampir dilupakannya. Ya, mencari dan mengamati benda-benda purbakala seperti fosil, batu-batu tua, dll, dan bahkan WNN mendapatkan fosil yang menurut ahli purbakala Kanada telah berumur jutaan tahun dan sangat bernilai. Tentunya ada cerita lain, dalam perjalanannya ke Kanada, WNN sempat singgah di London, Inggris. Ya Negara yang sangat ingin dikunjunginya sejak lama, bahkan Negara yang menjadi tujuan utamanya untuk melanjutkan pendidikan (Master, Doktor).
Mengagumkan..!!. (Note. WNN memiliki kemampuan bahasa Inggris yang sangat memukau, dengan dialeg British (aksen berbicara English ‘asli Inggris’ yang fasih)). Apakah ini Cuma kebetulan?

Cerita yang sama, tahun 2003, saat duduk di kelas 3 SMP (SMP N 1 Kota Kuala Simpang), saat itu sedang heboh-hebohnya film india, Ketika melihat film dan melihat setting dalam film tersebut, entah kenapa hati kecil saya tiba-tiba menyeletuk,”Insya Allah, saya bisa ke tempat itu suatu saat nanti. Saya juga mau ke sana dan merasakan hal yang sama”. Ha..ha..ha.., sebuah pemikiran naïf, bodoh, tidak realisitis dan ‘mana mungkin?’..he..he..he. Waktupun berjalan dan mimpi itupun perlahan sirna….Wushhhh….

Memasuki dunia kampus sebenarnya kembali mengingatkan mimpi itu karena kita bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang sangat hebat dan banyak diantaranya yang memiliki obsesi ke luar negeri, istilah bataknya,’Go International’..(hehe). Tapi toh saya tidak mau muluk-muluk, jalani saja dunia perkuliahan dengan santai, wajar dan sesuai target. Lupa darimana datangnya, saya membaca sebuah buku sederhana, tapi sarat akan makna. Ada kutipan yang mengesankan dari buku itu,”jika anda punya mimpi dan keinginan, yakinlah terlebih dahulu bahwa anda mau dan sangat ingin meraihnya, lalu segenap alam akan bersatu padu membantu anda mewujudkannya dan bantuan itu akan datang dari berbagai penjuru mata angin. Ya, asalkan anda mau.”. Sangat sederhana tetapi memotivasi..!!. (saya merekomendasikan untuk membaca buku ini, Sang Alkemis).

Kesempatan itu datang, dan saya dinyatakan lulus sebuah program. Ketika membuka email pemberitahuan kelulusan, dari tiga program yang ditawarkan (Asean Student India Tour, youth leadership program, dan Engineering student advance research for youth learners), alhamdulillah saya terpilih dalam program Asean Student India Tour. Tahukah teman-teman inti dari kisah ini? Tanpa sengaja, saya bisa menginjakkan kaki di tempat yang sama dengan yang ada pada film india yang saya tonton waktu saya masih SMP dulu, ya....Taj Mahal, dan itupun cuma berawal dari niat sederhana dari hati kecil saya waktu itu. Sampai sekarang saya pun masih bertanya, kenapa bisa berkaitan seperti itu.

Apakah cerita WNN dan MNS ini Cuma kebetulan, atau hanya imajinasi pengarang dengan menghubungkan beberapa kejadian yang ada, ataupun sekedar coretan-coretan tak berarti yang tak layak untuk dibaca?. Apapun jawabannya, saya percaya, Tuhan selalu punya kejutan kecil dan rencana mengagumkan buat hamba-hamba-Nya. Lagipula, saya selalu memegang prinsip
berdasarkan keyakinan agama saya,”selalulah bersyukur, karena Allah SWT akan mendatangkan nikmat dan reseki darimanapun datangnya, dari arah yang tak disangka-sangka”.

Banda Aceh, 5 Desember 2009
M. Nurdillah Simatupang

Minggu, 29 November 2009

Penyesalan

Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan saat ini, kududuk terpaku menatap komputer yang berdiri tegak di depanku. Kucoba untuk menumpahkan segala hal yang mengganjal dalam pikiranku, namun ku tak mampu untuk mengeluarkannya. Ada perasaan bimbang dalam hatiku yang tak tau apa artinya itu.

Sesaat kucoba untuk mengingat dalam hatiku, pikiranku melayang jauh ke-dua hari yang lalu ketika diriku masih berkumpul dengan keluargaku dikampung halaman kedua orangtuaku, yang juga merupakan tanah kelahiranku, Pematang Siantar, kota yang kusuka dengan segala hal yang ada disana.

Pematang Siantar merupakan kota dengan sejuta pesona adat istiadat batak yang sangat kental, kota yang damai dan sejuk. Kota dimana Ibuku dikebumikan. Ya, tepat pada tanggal 6 april 2001 atau 8 tahun yang lalu ibuku meninggal karena komplikasi diabetes dan Asma yang telah dideritanya selama lebih dari 5 tahun.

Ibuku yang sangat kucintai dan kuhormati lebih dari siapapun, seorang guru yang dicintai oleh para muridnya harus meninggal pada usia yang masih cukup muda, 41 Tahun. Ibuku tidak secantik Luna Maya, tidak pula se-seksi Titi Kamal, namun kebaikan, keramahan, serta kerendahan hatinya membuat beliau tampak sangat cantik dan sangat elegan.

Ada suatu kejadian yang sangat kusesali sampai saat ini, ketika itu usiaku masih 8 tahun, kebetulan saat itu orang yang menyewa toko kami sedang panen buah (Yang menyewa toko kami seorang tukang buah), ia memberiku 2 kilo langsat, aku yang saat itu masih kecil berpikir bahwa buah yang diberikannya itu hanyalah untukku. Sehingga ibuku sendiri tidak ku-bagi. Ibuku meminta sedikit buah itu karena beliau sedang tidak enak badan, namun tak sedikitpun kuberi. Ibu kecewa padaku, aku hanya diam. Setelah itu kakakku yang paling tua memintaku untuk memberikan kepada ibu, "kasih la dikit ke mamak, mamak lagi gak enak badan tu........" kata kakakku, "Gak ah....?!" jawabku, kemudian kakakku berkata "Nggi, kami gak kau kasih gak apa-apa, tapi beliau mamak kita, orang yang membesarkan sekaligus melahirkan kita......mamak lagi saket tu?!" Geram kakakku, namun aku tak mempedulikannya. Betapa bodohnya aku saat itu.

Aku menyesal dengan segala kebodahan-kebodohanku dikala itu. Namun, apalah artinya semua itu. Ibuku yang kucintai telah tiada, beliau telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Sekarang aku hanya bisa meratapi semua kebodahanku didepan makam ibuku. Aku berjanji dalam hatiku, aku akan menebus semua kesalahanku dengan memberikan yang terbaik bagi kedua orangtuaku terutama pada ayahku yang merupakan pengganti ibuku. Aku JANJI akan membahagiakannya hingga akhir hayatku. Aku harap Allah mendegar doaku ini.


Pematang Siantar, 28 November 2009